Sabtu, April 9

PANGULU DIDASARKAN PADA SYARAK

Oleh : Yulfian Azrial
Kepala Balai Kajian, Konsultansi, dan Pemberdayaan (BKKP) Nagari Adat Alam Minangkabau


Pangulu juga sering dipahami dengan mendasarkannya kepada syarak (syariat Islam). Bertolak dari pemahaman ajaran syarak ini, maka kedudukan seorang pangulu di dalam kaumnya merupakan pengejawantahan dari kehadiran Rasulullah SAW selaku pemimpin di tengah ummatnya.

Selaku pengejawantahan dari kehadiran Rasulullah SAW di tengah kaumnya, maka seorang pangulu bertanggungjawab untuk memelihara anggota kaum, kampuang, suku dan nagari yang dipimpinnya. Tanggungjawab ini tidak hanya selama hidup di dunia, tetapi seorang pangulu juga bertanggungjawab hingga ke akhirat.

Untuk itulah seorang pangulu harus senantiasa menyeru para kemenakannya kepada kebaikan. Sekaligus juga tak boleh bosan untuk melarang anggota kaumnya berbuat mungkar. Jadi, seorang yang menjadi pangulu hendaklah mampu menjadi motor penggerak bagi kaumnya. Terutama di dalam upaya meningkatkan kualitas iman dan taqwa.

Seorang yang menjadi pangulu harus mampu menjadi motivator untuk menjalankan amaliah kehidupan yang baik-baik seperti yang telah diajarkan Rasulullah SAW dan pemimpin-pemimpin Islam lainnya. Karena itu, pangulu hendaklah menjadi kekuatan utama dalam mengantisipasi dan membentengi kaum, kampuang, suku dan nagarinya terhadap hal-hal yang buruk. Begitu juga untuk menangkal terjadinya maksiat, kriminilitas, dan berbagai kemungkaran lainnya.

Artinya, didasarkan kepada syarak pangulu adalah perwujudan khalifah, wali dan ulilamri dari suatu kaum, kampung, suku, atau nagari. Maka sebagai seorang wali dan ulilamri, maka seorang yang menjadi pangulu adalah tempat kaum kerabatnya menyerahkan berbagai urusan dan mempercayakan keselamatan hidup mereka di dunia dan akhirat.

Untuk memantapkan pemahaman tentang kedudukan pangulu sebagai pengejawantahan kehadiran Rasulullah di tengah kaumnya, maka istilah pangulu di Minangkabau juga biasa diberikan sebagai julukan untuk Nabi Muhammad SAW. Yaitu pangulu sekalian Nabi. Artinya, seorang yang menjadi pangulu harus menyadari bahwa dirinya adalah pemimpin dari para pemimpin seperti halnya Rasulullah Muhammad SAW..

Maka berdasarkan kepada syarak ini, seorang yang telah menjadi pangulu harus bertugas untuk memimpin kaum kerabatnya, baik secara lahir dan batin, moral dan spiritual. Karena ia akan bertanggungjawab tidak hanya di dunia ini, tetapi juga terhadap keberadaan anak kamanakan ; dari kaum, suku, dan nagari yang dipimpinnya hingga akhirat.

Pemahaman ini sangat sesuai dengan ajaran dalam syarak (syari’at Islam), kullukum ro’in wakullu ra’in mas-ulun ‘an ratyathihi. Artinya, bahwa setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawabannya oleh Allah SWT di yaumil hisabr (di hari berhisab) tentang keberadaan apa-apa yang berada dalam tanggungjawab kepemimpinannya.

Bertolak dari pemahaman ini, maka dalam rangka menjalankan peranannya sebagai pemimpin, maka tugas pokok dan fungsi seorang yang menjadi pangulu didasarkan kepada syarak, adalah sebagai : orang yang memelihara akan kaum kerabatnya daripada kehidupan dunia dan akhirat. Pemahaman ini juga didasarkan pada dalil yang bertolak dari ajaran syarak lainnya, yaitu man saddaqotu fiddunya wal akhirati fahuwa sayyiduuna. Yaitu menjadi penanggungjawab di dunia hingga akhirat.

Kemudian ditegaskan pula dalam syarak bahwa seorang pangulu selaku pemimpin merupakan penganjur utama untuk perbuatan yang baik dan pencegah utama untuk perbuatan yang munkar. Dalam bahasa syaraknya disebutkan, ya’muruuna bil ma’ruf fi wa yanhauna ‘anil munkari.

Sejalan dengan itu, ajaran syarak juga menegaskan bahwa mengikuti pemimpin yang seiman itu wajib hukumnya, atiy’uullaha wa ‘atiy’uurrasuula wa’uli ‘amri minkum. Artinya, ikutlah olehmu Allah dan ikut akan Rasul serta pemimpinmu yang (benar-benar-pen) seiman. Jadi, selaku pemimpin yang didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting di antara orang-orang yang seiman, seorang pangulu wajib diikuti oleh anak kemenakan dan karib kerabat yang dipimpinnya.

Sumber : Buku MANJADI PANGULU ( Yulfian Azrial ; 2011), Halaman 21-27Catatan : Karena tulisan ini bersifat cuplikan, maka tentunya sigian dalam tulisan ini baru dari beberapa dimensi saja, karena itu Janang menyadari kalau pemahaman kita baru akan lengkap tentang hal bila melihat secara utuh dari kesatuan sajian dalam buku tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar