Sabtu, April 9

PENTINGNYA KAJIAN ADAT ALAM MINANGKABAU

Oleh : Yulfian Azrial

Assalamu'alaikum Wr.Wb!

Masyarakat dunia akhir-akhir ini sering dihantui oleh mithos yang hidup selama ini tentang globalisasi. Dimana globalisasi disebutkan sebagai proses yang membuat dunia jadi seragam. Jadi, proses globalisasi dianggap akan bisa menghapus identitas dan jati diri. Bahkan kebudayaan lokal atau etnis akan ditelan oleh kekuatan budaya besar atau kekuatan budaya global.

Seperti diungkapkan Arnold Brown dalam sebuah tulisannya yang diterbitkan World Future Society. Ia mengungkapkan bahwa, “Gelombang perubahan saat ini sifatnya meresahkan banyak orang yang telah bergantung pada berbagai lembaga yang kini tidak lagi efektif atau sedang runtuh, baik dalam proses pemerintahan maupun dalam proses kemasyarakatan …,” tulisnya (Brown 1980).

Bertolak dari fenomena ini, banyak pihak kini merasa kuatir bahwa dengan pengaruh globalisasi secara langsung atau tidak akan dapat pula memperluas cakupan norma dan nilai dalam rangka mengembangkan identitas diri mereka.

Namun sebagai masyarakat Minangkabau seharusnya kita tidak perlu ikut resah. Apalagi sampai kebingungan dan ketakutan. Karena asasi globalisasi sebenarnya bukan barang baru bagi kita masyarakat Minangkabau yang hidup berdasarkan pada falsafah Adat Basandi Syarak-Syarak Basandi Kitabullah.

Apalagi, kegagalan berbagai sistem dan pola kemasyarakartan di berbagai belahan dunia,justru menjadi kabar baik bagi kita.Bahwa kita tak perlu berlama-lama untuk terperangkap dalam sebuah tatanan yang telah tidak jelas lagi ujung pangkalnya. Apalagi sampai ikut lebur dalam kehancuran.

Bahkan mancaliak contoh ka ran sudah, maambak tuah ka ran manang karena berbagai sistem kemasyarakatan dunia telah banyak yang gagal mengantarkan umat manusia kepada kemakmuran dalam tatanan yang lebih beradab. Maka kegiatan Revitalisasi Nagari Adat menjadi sesuatu yang sangat urgens dan sangat menentukan nasib kita ke depan.

Ibarat dengan pakaian, selama ini kita telah coba berbagai pakaian. Maka, yang namanya memakai pakaian orang lain tentu akan sulit untukmenjadi pas dipakai. Bisa saja ketiaknya yang sesak.Atau,kalau di celana, pinggangnya yang longgar sehingga kita kedodoran.Yang jelas kita tergiring dalam kondisi yang serba tidak mengenakkan.

Karena itu. Kita perlu berpikir dan kembali memakai pakaian kita sendiri. Baju kita sendiri dan celana kita sendiri. Kita Kembali ke tatanan kita yang asli.
Bahkan hal ini sejalan dengan pemikiran John Naisbitt (1988) yang mengemukakan pokok-pokok pikiran lain yang paradoks. Menurutnya, semakin kita menjadi universal, tindakan kita (justru) semakin kesukuan, dan berpikir lokal, bertindak global.

Hal ini dimaksudkan agar kita harus senantiasa mengkonsentrasikan kepada hal-hal yang bersifat etnis, yang hanya dimiliki oleh kelompok atau masyarakat itu sendiri, yang telah teruji zaman selama berabad-abad sebagai modal pengembangan ke dunia Internasional.

Bahkan sekaitan dengan pentingnya hal ini, Badan Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahkan telah mengeluarkan Deklarasi No. 36 ( Declaration Of Indegenous People ). Di mana PBB mengisyaratkan agar masyarakat dunia kembali ke tatanan aslinya..

Jadi semua inilah yang menjadi latar belakang dari kegiatan dibukanya Grup PUSAT KAJIAN ADAT ALAM MINANGKABAU ini.

Apalagi program Kembali ke Nagari yang dicanangkan pemerintah Propinsi Sumatera Barat sejak tahun 2000 kebanyakan dimandang masih sekadar menghidupkan kembali dan melestarikan berbagai kesenian dan tradisi adat yang dalam khasanah Budaya Alam Minangkabau lazim kita sebut Adat Istiadat.

Sedangkan yang kita lakukan seharusnya adalah tidak sekadar itu. Tetapi lebih fundamental dan sesuatu yang akan membangkitkan kembali harga diri dan marwah bangsa kita. Kita melakukannya pada sendi-sendi yang sangat vital. Yaitu pada system dan frame, suatu mekanisme yang pernah mengantarkan nenek moyang kita pada kondisi masyarakat yang baydatun, toyyibatun warobunghafur. Atau dalam bahasa adatnya : bumi sanang pada manjadi, taranak bakambang biak, anak nagari sanang santoso, mandeh kayo bapak batuah, mamak disambah urang pulo, pakan sasak musajik rami, sadundun adat jo ugami, sairiang dunia jo akhiraik, dst. Jadi kita bicara benar-benar tentang esensi dari otonomi daerah. Yaitu masyarakat yang kedaulatan.

BUkankah Bangsa Jepang bangkit setelah adanya kesadaran untuk kembali ke jati dirinya dengan program RESTORASI MEIZI yang terkenal. Juga demikian dengan Bangsa India dan Korea, bahkan begitu juga dengan kebangkitan kembali Bangsa CIna baru-baru ini.

Apalagi, sesuai dengan kesimpulan sejumlah pakar sosio antropologis, keberhasilan pembangunan tidak dapat dilepaskan dari terkemasinya Social Capital. Suatu masyarakat boleh saja memiliki sumberdaya alam dan Sumberdaya Manusia yang berlimpah, tetapi tanpa tanpa Modal Sosial, masyarakat itu tidak akan mudah untuk mencapai tujuannya. Lalu Social Capital ini hanya dapat muncul jika saling percaya (mutual trust) telah tumbuh dalam kehidupan masyarakat. Bibit mutual trust hanya dapat berkembang jika di dalam kehidupan masyarakat telah berakar kuat kehidupan yang relatitive penuh kejujuran (honesty) dan berkeadilan (equality).

Kondisi dan persyaratan inilah yang pernah dipenuhi oleh masyarakat Minangkabau pada masa lalu sehingga tujuan dari berfbagai software yang bertolak dari sistem ABS-SBK itu secara empiric terbukti pernah terwujud di ranah Minangkabau. Jadi sangat wajar kalau telah tiba saatnya bagi Orang Minangkabau untuk bangkit dengan cara kembali ke jati dirinya.

Namun, pekerjaan ini harus dikerjakan dengan penuh kesadaran dan sistematis seperti pituah nenek moyang kita juga ; dipatuik diagak-agak, lah sudah mangko dikakok, kok mancancang balandasan, kok manitih bapamacik. Sehingga diperlukan kajian yang serius dan komprehensif tentang Khasanah Budaya Alam Minangkabau itu, sehingga tidak larih dari BARIH BALABEH ADAT ALAM MINANGKABAU itu sendiri.

Sabab kenapa harus demikian :
KARUAK KOK INDAK SAHABIH GAUANG,
AWAI KOK INDAK SAHABIH RASO,
BANYAK PAHAM NAN INDAK KA LANGSUANG,
LARI DARI MUKASUIKNYO.....!

Atas dasar semua ini, kami Undang para Dunsanak di mana saja berada, dari disiplin apa saja keilmuannya untuk berpartisipasi untuk menggali Khasanah Adat Alam Minangkabau ini.......Mudah-mudahan semua yang kita lakukan dapat memperluas semaian amal di ladang-ladang kehidupan ini. Mudah-mudahan kita semua sama-sama mendapatkan, limpahan panen makna serta pahala yang berlipat ganda. Amiin!

Wassalamu'alaikum Wr.Wb!





http://www.facebook.com/group.php?gid=295943361806#!/photo.php?fbid=201549139868276&set=o.295943361806&theater

UNSUR KEPEMIMPINAN URANG NAN AMPEK JINIH

Oleh : Yulfian Azrial

Kepala Balai Kajian, Konsultansi, dan Pemberdayaan (BKKP) Nagari Adat Alam Minangkabau

Jabatan Urang Nan Ampek Jinih pada prinsipnya menyangkut peran perangkat adat kaum, kampuang dan suku, dalam mengelola semua potensi, urusan, dan aktifitas operasional kegiatan keseharian mereka. Sidang-sidang mereka biasanya dilakukan di Rumah Gadang dan di Balai, Adapun jabatan-jabatan dari Urang Nan Ampek Jinih tersebut umumnya adalah sebagai berikut :

1. Rajo Alam (rujukan alam).

Rajo Alam (rujukan alam) adalah Pangulu Nan Babudi ( yang berbudi) atau yang ‘alimun ; orang yang paling luas pengetahuannya dan paling dalam keilmuannya. Peranannya adalah sebagai Peti Bunian atau kambuik baniah. Yaitu pemimpin tertinggi di kelompok sosialnya, yang bertugas sebagai pemegang dan penyimpan segala buek (kata mufakat) serta muara seluruh urusan dan persoalan yang ada di dalam kelompok yang dipimpinnya.

Kalau di dalam sebuah kaum Raja Alam-nya adalah Pangulu Kaum, di kampuang adalah Pangulu Kampuang, di Suku adalah Pangulu Suku, di Nagari adalah Pangulu Pucuak. Jadi Rajo Alam adalah semua pemimpin tertinggi di dalam kelompok sosialnya sesuai langgo-langgi adat.

Dalam bekerja melaksanakan tugas dan fungsinya, seorang Rajo Alam dibantu oleh Rajo Ibadat (rujukan syariat), Rajo Adat (rujukan operasional) dan Dubalang (pertahanan keamanan).

2. Rajo Ibadat (rujukan syariat).

Rajo Ibadat (rujukan syariat).Yaitu Malin nan baulemu (yang berilmu). Peranannya adalah sebagai Pasak Kunci. Yaitu pejabat adat di kelompok sosialnya, yang bertugas sebagai pemimpin di dalam urusan syariat, pendidikan dan pengkaderan.

Kalau di dalam sebuah kaum Raja ibadat-nya disebut Malin, di tingkat kampuang Raja Ibadat-nya adalah salah seorang dari Pangulu Kaum, di tingkat Suku Raja Ibadat-nya adalah salah seorang dari Pangulu Kampuang, di tingkat Nagari Raja Ibadat-nya adalah salah seorang dari Pangulu Ka Ampek Suku.

Dalam bekerja Rajo Ibadat atau Malin dibantu Jinih Nan Ampek (Kadi, Imam, Kotik, dan Bila).

3. Rajo Adat (rujukan adat).
Rajo Adat (rujukan adat)Yaitu Manti, nan baraka (yang berakal). Peranannya adalah Pasak Jalujua. Yaitu pejabat adat di kelompok sosialnya, yang bertugas sebagai pemimpin di dalam urusan muamalat dan aktifitas keseharian.

Kalau di dalam sebuah kaum Raja ibadat-nya adalah Manti, di tingkat kampuang adalah salah seorang dari Pangulu Kaum, di Suku adalah salah seorang dari Pangulu Kampuang, di Nagari adalah salah seorang dari Pangulu Ka Ampek Suku.

Dalam bekerjanya Manti dibantu oleh para pegawai sesuai kebutuhan urusan di kelompoknya.

4. Dubalang,Dubalang, nan tau mungkin jo patuik (yang tahu mungkin dan patut). Perannya adalah selaku Parik Paga dan Pasak Kungkuang. Yaitu pejabat adat di kelompok sosialnya, yang bertugas sebagai pemimpin di dalam urusan pertahanan dan keamanan serta pengawasan.

Kalau di dalam sebuah kaum pemimpin adalah Dubalang, di tingkat kampuang pemimpinnya adalah salah seorang dari Pangulu Kaum, di Suku dipimpin salah seorang dari Pangulu Kampuang, di Nagari dipimpin salah seorang dari Pangulu Ka Ampek Suku.

Dalam melaksanakan fungsi dan peranannya, Dubalang dibantu oleh Ampang Limo-nya dengan jumlah sesuai dengan kebutuhan.


Catatan : Jadi jelaslah di sini bahwa pangulu tidaklah pekerja sendiri di dalam kelompok sosial yang dipimpinnya. Mekanisme kepmimpinan sangat komprehensif dan konstruktif dalam rangka mewujudkan kesejakteraan dan kedaulatan, kemakmuran dan keamanan lahir dan batin. Dalam buku ini juga diuraikan penjabaran dari tugas pokok dan fungsi masing-masing unsur format kepemimpinan URANG NAN AMPEK JINIH ini...

PANGULU DIDASARKAN PADA SYARAK

Oleh : Yulfian Azrial
Kepala Balai Kajian, Konsultansi, dan Pemberdayaan (BKKP) Nagari Adat Alam Minangkabau


Pangulu juga sering dipahami dengan mendasarkannya kepada syarak (syariat Islam). Bertolak dari pemahaman ajaran syarak ini, maka kedudukan seorang pangulu di dalam kaumnya merupakan pengejawantahan dari kehadiran Rasulullah SAW selaku pemimpin di tengah ummatnya.

Selaku pengejawantahan dari kehadiran Rasulullah SAW di tengah kaumnya, maka seorang pangulu bertanggungjawab untuk memelihara anggota kaum, kampuang, suku dan nagari yang dipimpinnya. Tanggungjawab ini tidak hanya selama hidup di dunia, tetapi seorang pangulu juga bertanggungjawab hingga ke akhirat.

Untuk itulah seorang pangulu harus senantiasa menyeru para kemenakannya kepada kebaikan. Sekaligus juga tak boleh bosan untuk melarang anggota kaumnya berbuat mungkar. Jadi, seorang yang menjadi pangulu hendaklah mampu menjadi motor penggerak bagi kaumnya. Terutama di dalam upaya meningkatkan kualitas iman dan taqwa.

Seorang yang menjadi pangulu harus mampu menjadi motivator untuk menjalankan amaliah kehidupan yang baik-baik seperti yang telah diajarkan Rasulullah SAW dan pemimpin-pemimpin Islam lainnya. Karena itu, pangulu hendaklah menjadi kekuatan utama dalam mengantisipasi dan membentengi kaum, kampuang, suku dan nagarinya terhadap hal-hal yang buruk. Begitu juga untuk menangkal terjadinya maksiat, kriminilitas, dan berbagai kemungkaran lainnya.

Artinya, didasarkan kepada syarak pangulu adalah perwujudan khalifah, wali dan ulilamri dari suatu kaum, kampung, suku, atau nagari. Maka sebagai seorang wali dan ulilamri, maka seorang yang menjadi pangulu adalah tempat kaum kerabatnya menyerahkan berbagai urusan dan mempercayakan keselamatan hidup mereka di dunia dan akhirat.

Untuk memantapkan pemahaman tentang kedudukan pangulu sebagai pengejawantahan kehadiran Rasulullah di tengah kaumnya, maka istilah pangulu di Minangkabau juga biasa diberikan sebagai julukan untuk Nabi Muhammad SAW. Yaitu pangulu sekalian Nabi. Artinya, seorang yang menjadi pangulu harus menyadari bahwa dirinya adalah pemimpin dari para pemimpin seperti halnya Rasulullah Muhammad SAW..

Maka berdasarkan kepada syarak ini, seorang yang telah menjadi pangulu harus bertugas untuk memimpin kaum kerabatnya, baik secara lahir dan batin, moral dan spiritual. Karena ia akan bertanggungjawab tidak hanya di dunia ini, tetapi juga terhadap keberadaan anak kamanakan ; dari kaum, suku, dan nagari yang dipimpinnya hingga akhirat.

Pemahaman ini sangat sesuai dengan ajaran dalam syarak (syari’at Islam), kullukum ro’in wakullu ra’in mas-ulun ‘an ratyathihi. Artinya, bahwa setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawabannya oleh Allah SWT di yaumil hisabr (di hari berhisab) tentang keberadaan apa-apa yang berada dalam tanggungjawab kepemimpinannya.

Bertolak dari pemahaman ini, maka dalam rangka menjalankan peranannya sebagai pemimpin, maka tugas pokok dan fungsi seorang yang menjadi pangulu didasarkan kepada syarak, adalah sebagai : orang yang memelihara akan kaum kerabatnya daripada kehidupan dunia dan akhirat. Pemahaman ini juga didasarkan pada dalil yang bertolak dari ajaran syarak lainnya, yaitu man saddaqotu fiddunya wal akhirati fahuwa sayyiduuna. Yaitu menjadi penanggungjawab di dunia hingga akhirat.

Kemudian ditegaskan pula dalam syarak bahwa seorang pangulu selaku pemimpin merupakan penganjur utama untuk perbuatan yang baik dan pencegah utama untuk perbuatan yang munkar. Dalam bahasa syaraknya disebutkan, ya’muruuna bil ma’ruf fi wa yanhauna ‘anil munkari.

Sejalan dengan itu, ajaran syarak juga menegaskan bahwa mengikuti pemimpin yang seiman itu wajib hukumnya, atiy’uullaha wa ‘atiy’uurrasuula wa’uli ‘amri minkum. Artinya, ikutlah olehmu Allah dan ikut akan Rasul serta pemimpinmu yang (benar-benar-pen) seiman. Jadi, selaku pemimpin yang didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting di antara orang-orang yang seiman, seorang pangulu wajib diikuti oleh anak kemenakan dan karib kerabat yang dipimpinnya.

Sumber : Buku MANJADI PANGULU ( Yulfian Azrial ; 2011), Halaman 21-27Catatan : Karena tulisan ini bersifat cuplikan, maka tentunya sigian dalam tulisan ini baru dari beberapa dimensi saja, karena itu Janang menyadari kalau pemahaman kita baru akan lengkap tentang hal bila melihat secara utuh dari kesatuan sajian dalam buku tersebut.